Welcome

widget

12 April 2010

Topeng Gypsum ala Jonegoroan

JAWAPOS. JENIS kesenian khas Kota Ledre bertambah. Setelah wayang tengul menjadi ikon seni, kini tiga pemuda asal komunitas KSP Bojonegoro, mencoba merilis inovasi seni tangan topeng gypsum. Sebuah karya seni hiasan dinding dengan bahan baku gypsum. Ketiga pemuda yang berusia 20 an tahun itu adalah Mustakim, Tulus Budi, dan Satrio.

Topeng ini mengambil tokoh pewayangan wayang tengul sebagai bentuknya. Bedanya, wayang tengul berbentuk manusia ukuran kecil berikut kostumnya. Tapi, topeng gypsum hanya berupa wajah. Karena ciri khas inilah, mereka menyebutnya topeng Jonegoroan. Sebutan yang berasal dari nama Bojonegoro sendiri. "Kalau bentuk wajahnya hampir serupa, tetapi dengan kombinasi warna heterogen," ungkap Mustakim, saat ditemui di gedung KSP di Jalan Rajekwesi, kemarin (11/4).


Saat dikunjungi wartawan koran ini, Mustakim bersama Satrio sibuk membuat seni dinding topeng gypsum. Di ruang bertembok ukuran 3 x 2 meter ini keduanya sibuk memberi warna pada topeng. Seraya memberi warna, Mustakim bersiul, sembari tangan kanannya memegang kuas. Sedangkan tangan kirinya memegang topeng dari gypsum.

Sementara, di salah satu ruang gedung KSP berjejer topeng Jonegoroan yang sedang dikeringkan, usai dicat. Selain itu, beragam kaleng dan wadah yang berisi cat warna, tampak berserakan.


Topeng Jonegoroan berukuran panjang lebar berkisar 9 x 4 cm. Dengan ketebalan sekitar 3 cm. Coraknya beragam, sebagaimana tokoh wayang tengul. Namun, ambisi ketiga pemuda tersebut tidak berhenti pada bentuk tokoh wayang tengul. Sebab, ketiganya juga membuat topeng dengan tokoh suku Asmat dari Papua.


Mustakim dan dua rekannya juga membuat topeng dengan wajah suporter peserta Piala Dunia (World Cup 2010). "Justru ini yang diminati konsumen. Sebab, menjelang Piala Dunia 2010 di Afsel ini banyak pemuda yang memesan," kata pemuda tinggal di Kelurahan Kauman, Kecamatan Bojonegoro ini.


Pemuda berambut gondrong ini mengaku, topeng Jonegoroan digarap belum genap sebulan. Dirinya bersama Tulus dan Satrio baru mendapatkan keterampilan membuat topeng dengan bahan baku gypsum dalam dua bulan terakhir. Agar kian mahir, Mustakim terpaksa mondar-mandir, mendatangi Heri Nugroho, seniman dan pencipta wayang tobos asal Desa/Kecamatan Kalitidu, untuk "mencuri" kiat membuat patung gypsum.


Keterampilan yang didapat dari Heri Nugroho inipun dikembangkan dengan seni gypsum asal kota lainnya. Kalau di Jogjakarta, kebanyakan berbentuk asbak atau hiasan meja. Di Bali berbentuk kerajinan lukisan. "Agar berbeda kami buat topeng khas Bojonegoro," ujar jebolan SMA PGRI Bojonegoro ini.


Pengenalan topeng Jonegoroan ke masyarakat mendapat sambutan baik. Padahal, mereka kali pertama mengenalkan hasil karyanya itu pada Sabtu (10/4) malam di Alun-Alun Kota Bojonegoro. "Alhamdulillah topeng Jonegoroan laku banyak, kebanyakan topeng wajah suporter peserta Piala Dunia 2010," ujarnya didampingi Satrio.


Harga topeng Jonegoroan ini pun murah dan dapat dijangkau semua kalangan. Sebab, topeng Jonegoroan warna-warni ini hanya Rp 5 ribu. Sementara dua topeng dalam satu pigura Rp 15 ribu. Meski demikian, Takim menyadari harga itu tidak sebanding dengan ide dan keringat yang dikeluarkan. Namun, dia bertekad inovasi itu akan dipertahankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar